Mitos dan Ritual
Kebudayaan
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan
budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang
mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang
yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang
cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam
semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi
penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “
Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa
digunakan sebagai sarana menyusun strategipemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan
merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat.
Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara
periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya
( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang,
tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang
memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius,
kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik.
Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses
ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti
acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan
lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat
menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta
peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan
dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah
‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan
dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari
budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan
mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk
merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi
nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘
adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan
lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga
dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru
sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar
menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan
kebutuhan simbolis.
Budaya dan Konsumsi
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen
membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai
harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat
dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan
produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan
nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng,
makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar
pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk
menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian
menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “
bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat
disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga resep turun temurun
keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk
dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena
konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial
mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan
teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru
dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang
ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih
suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena
kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu
banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang
dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di
Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb.
Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada
nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya
berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan
orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat
diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai,
keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu.
Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang
memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung
bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani
dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”.
Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis
mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima
hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut
Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam
implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan
penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu
mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka
mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk,
segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.
Strategi
Pemasaran dengan Memperhatikan Budaya
Beberapa perubahan pemasaran yag
dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1.
Tekanan pada kualitas
2.
Peranan wanita yang berubah
3.
Perubahan kehidupan keluarga
4.
Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5.
Waktu senggang yang meningkat
6.
Pembelian secara impulsif
7.
Hasrat akan kenyamanan
Tinjauan Sub Budaya
1.
Subbudaya :
elemen-elemen yang berkaitan dengan pengklasifikasian demografi
Demografi :
karakterisitik suatu penduduk yang memiliki beberapa variabel
No
|
Demografi
|
Subbudaya
|
1
|
Usia
|
Anak-anak, remaja, dewasa awal, dewasa lanjut, lansia
|
2
|
Agama
|
Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha
|
3
|
Suku bangsa
|
Sunda, Jawa, Bali, Batak, Melayu, Dayak, Minahasa, Bugis
|
4
|
Jenis kelamin
|
Laki-laki, perempuan
|
5
|
Pendidikan
|
SD, SMP, SMA, S1, S2, S3
|
6
|
Pekerjaan
|
Guru, dosen, dokter, pengacara, karyawan
|
7
|
Geografi
|
Jawa, luar jawa, kota, desa
|
8
|
Pendapatan
|
Miskin, menengah, kaya
|
9
|
Status pernikahan
|
Lajang, menikah, janda, duda
|
10
|
Jenis keluarga
|
Orang tua tunggal, orang tua lengkap, 1 anak, 2 anak
|
11
|
Jumlah rumah tangga
|
Rumah tangga keluarga, bukan keluarga (asrama)
|
12
|
Kelas sosial
|
Atas, menengah, bawah
|
1.
Penting untuk
mengetahui demografi dan detail sub-budaya karena dengan mengetahui detail
demografi dan subbudaya, kita dapat mengetahui karakteristik penduduk. Dan dari
subbudaya, kita dapat mengelompokkan masyarakat secara spesifik lagi sesuai
dengan demografi dan sumberdaya. Sehingga dalam pemasaran, kita dapat
menentukan target pasar yang kita inginkan. Dari memahami dan mengetahui detail
demografi dan subbudaya, hal itu dapat sangat mudah diketahui dan dapat
menentukan segmentasi dan posisioning produk sesuai dengan keinginan produsen.
2.
SIKAP:
Sikap seseorang yang
tinggal dalam jenis Rumah
Tangga Keluarga cenderung memiliki ketergantungan sikap kepada
keluarga secara teknis. Selain itu, sikap yang terbiasa segala sesuatu tersedia
dikeluarga adapun sikap yang terbentuk adalah santai dan lebih cendrung untuk
menerima segala sesuatu yang ada di keluarga. Berbeda dengan sikap bagi
seseorang yang Bukan Rumah
Tangga Keluarga (Misalnya yang tinggal di kosan bersama teman,
Tinggal di Asrama) Kecendrungan sikap yang terbentuk adalah rasa ingin mencari
dan berjuang untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan secara pribadi. Sikap
lebih menyelesaikan masalah secara mandiri dan menggunakan cara sendiri
ditambah saran dari teman temannya.
PERSEPSI:
Seseorang yang
tinggal dalam Jenis Rumah
Tangga Keluarga, memiliki persepsi semua jenis (baik makanan,
barang dan harta benda di rumah tangga keluarga) dipersepsikan sebagai milik
sendiri. Jika membutuhkan bantuan/tempat berbagi masalah, orang tua adalah tempatnya.
Persepsi aturan dalam keluarga adalah aturan informal. Dan memiliki persepsi,
menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda.
Sedangkan Persepsi seseorang yang Bukan Rumah Tangga Keluarga, persepsi aturan yang ada dan
harus dipatuhi secara formal. Memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan
dan persepsi efek timbal balik yang setiap yang dilakukan akan berakibat pada
diri sendiri.
PERILAKU:
Seseorang yang
tinggal dalam Rumah Tangga
Keluarga berprilaku sesuai dengan peraturan yang tersirat dan
menjadi nilai dalam keluarga. Dalam keseharian, Perilaku seseorang dalam
melakukan sesuatu hal perlu diingatkan. Dalam berprilaku tingkat kesadaran
rendah. Namun pola hidup yang dibentuk dominan teratur.
Sedangkan perilaku Bukan Rumah Tangga Keluarga memiliki
pola-pola kegiatan kurang teratur karena tidak ada yang mengingatkan (misal
pola makan). Dalam berprilaku berani mengambil risiko. Cendrung foya-foya. Dan
memiliki nilai-nilai kehidupan yang lebih dominan bebas sesuai pribadi yang
berasal dari nilai-nilai yang dipegang oleh diri.
1.
Data
demografi seperti usia, agama, suku , pendapatan, jenis kelamin, status
pernikahan, pekerjaan harus dikumpulkan ke pemerintah sebagai bukti tertulis
yang konkrit yang dapat digunakan para pemasar sebagai acuan dalam memasarkan
produknya serta digunakan pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan konsumen.
Data variabel usia
penting untuk dikumpulkan karena variable usia mempengaruhi pembelian suatu
produk karena konsumen yang berbeda usia mengkonsumsi produk dan jasa yang
berbeda. Data variabel pendidikan dan pekerjaan juga penting untuk dikumpulkan
adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan
menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Serta jenis
pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam pembelian suatu produk. Data variable
lokasi geografi juga penting dikumpulkan untuk mengetahui dimana seseorang
tinggal serta pengaruhnya terhadap pola konsumen. Pola konsumen ini yang akan
mempengaruhi pembelian produk oleh seorang konsumen.
1.
Setiap warga
negara harus memiliki pendidikan yang baik karena dengan pendidikan dapat
membebasakan diri dari kebodohan. Pendidikan juga membuat kehidupan setiap orang
menjadi lebih baik. Seseorang yang mungkin dari kalangan orang biasa, tetapi
karena mempunyai pendidikan yang baik sehingga memiliki pekerjaan yang baik
karena pendidikan yang tinggi akan menjadi orang kalangan atas. Dengan kata
lain, kelas sosial seseorang akan naik karena pendidikan. Pendidikan yang baik
juga akan meningkatkan taraf hidup seseorang karena penghasilan yang dimiliki
besar. Pendidikan juga mempengaruhi cara pikir, persepsi, dan sikap seseorang
terhadap suatu masalah.
2.
Semua
penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Begitupun dengan seorang anak,
seorang anak memiliki bebutuhan dan keinginan yang dapat dikatakan cukup tinggi
serta dapat mempengaruhi teman dan orang tuanya untuk membeli suatu produk.
Sehingga anak menjadi konsumen yang potensial untuk pemasar. Pasar konsumen
anak bisa dibedakan ke dalam 3 kelompok umur: 4-6 tahun, 7-9 tahun dan 10-12
tahun. Seorang anak pada usia yang berbeda membaca media yang berbeda. Segmen
anak-anak bisa dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu:
No
|
Segmen
|
Penjelasan
|
%
|
1
|
Self determined
|
Tingkat kepercayaan tinggi, membeli produk karena keinginan
sendiri, bertanggung jawab atas keputusannya
|
26
|
2
|
Sluggish kid
|
Kurang aktif, banyak menonton tv, kurang taat menjalankan
perintah agama,silit menerima nasihat
|
27
|
3
|
Obedient kid
|
Ambisius, aktif di luar sekolah, menonton tv pada waktu yang
ditentukan, rajin belajar sebagian besar anak perempuan
|
13
|
4
|
Happy jolly kids
|
Sangat periang, tidak stress, senang bepergian dengan orang
tua, jarang melakukan pembelian sendiri mempengaruhi orang tua dalam membeli
|
24
|
5
|
Reliant kids
|
Dekat dengan orang tua, uang saku sedikit, kurang bermain,
kurang mandiri, mempengaruhi orang tua dalam pembelian
|
10
|
Dari segmentasi
konsumen anak di atas, maka konsumen anak memiliki pasar yang potensial karena
dari segmentasi- segmentasi tersebut terdapat perbedaan selera dan kesukaan
sehingga para pemasar harus memahami keinginan dan kebutuhan anak.
1.
Remaja
memiliki kebutuhan yang banyak karena remaja merupakan masa peralihan dari
anak-anak menuju dewasa sehingga kebutuhannya diambil dari sebagian kebutuhan
anak-anak dan kebutuhan dewasa. Segmentasi remaja terbagi menjadi :
·
remaja awal ( 13-15
tahun)
·
remaja lanjut (16-18
tahun)
Pemasaran harus
mengetahui karakteristik remaja agar produk mereka bisa diterima. Umumnya
remaja memiliki karakteristik sebagai berikut:
·
suka mencoba hal-hal
baru
·
mudah bisan dan bukan
termasuk konsumen yang setia
·
suka mencoba produk
baru yang memiliki daya tarik, seperti bentuk, warna, dan rasa.
Oleh sebab itu,
pemasar harus menerapkan strategi pemasaran yang tepat dan memikat konsumsi
remaja.
Contoh kasus adalah
majalah merupakan barang yang dikonsumsi remaja. Remaja akan membeli majalah
yang memberikan hadiah, menampilkan model gaya (fashion) terbaru, dan
menampilkan berita-berita artis masa kini. Remaja tidak segan-segan untuk
membeli lebih dari satu majalah demi mendapatkan hadiah dan berita-berita terbaru
artis idola mereka. Biasanya juga, jika remaja menggunakan suatu produk maka
remaja tersebut akan memamerkannya kepada teman-temannya minimal teman
sekelasnya mengetahui apa yang dikonsumsi remaja tersebut.
1.
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seorang konsumen dari pekerjaan yang
dilakukannya. Pendapatan merupakan komponen penting karena dengan
adanya pendapatan maka konsumen mampu :
1. Membeli kebutuhan
dan keinginannya.
2. Daya beli
seorang konsumen dapat diukur.
Pengeluaran adalah
suatu yang mampu mencerminkan besarnya pendapatan seseorang. Pengeluaran
merupakan salah satu hal yang penting sebab :
1. Mampu mencerminkan
besarnya pendapatan seseorang.
2. Mampu mencerminkan
pola perilaku konsumsi seseorang.
Lintas Budaya (Cross Cultural Consumer
Behavior)
Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada
perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam tiga kategori umum:
orientasi nilai-lainnya
Merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan
kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam
praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif,
konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan
tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang
individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistic.
sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum
muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika,
Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea,
Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi
mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri
yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya
yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing,
iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen
dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan
kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya
individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand
out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara
Jepang, Korea, atau Cina.
Usia muda/tua
dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu
keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang
dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang
lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara
kepulauan fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan
membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang
memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina
memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih
dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi
mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata
lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih
berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya
melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan
keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga
dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya.
Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang
lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya
anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri.
Dan bisa dikatakan juga bahwasanya pengaruh pembelian oleh orang tua akan
berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya:
Di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh.
Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam
membeli.
Para orang dewasa muda di Thailand hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga
mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua
maupun keluarga mereka.
Lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama
dalam satu keluarga (diskusi keluarga).
Maskulin/feminisme
Pada dasarnya kita hidup dalam orientasi dunia
maskulin, disamping Negara Eropa Barat yang menerapkan kesetaraan didalamnya.
Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu pengaruh besar. Seperti contoh pada
Negara Jepang, yang mana pada saat sekarang ini para wanita kembali bekerja
setelah ia menikah. Hal ini menjadikan mereka lebih menghemat waktu terhadap
kerjaannya. Misalnya, dalam memilih makanan, mereka lebih cenderung untuk
membeli makanan beku untuk dibawa anak mereka ketimbang membeli makanan segar
yang dalam membeli serta menyajikannya membuang waktu mereka. Sisi lainnya
adalah penampilan menjadi prioritas mereka dalam bekerja. Untuk itu
barang-barang yang berhubungan dengan penampilan tersebut lebih menjadi suatu
kebutuhan bagi mereka.
Disini sekali lagi para pemasar bukan hanya melihat dari lintas budaya dan
nilainya saja, melainkan juga didalam budaya itu sendiri.
Persaingan/Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah bagaimana orientasi
baik itu maskulin maupun feminisme dalam keterbukaannya pada konsumen. Pada
orientasi maskulin seperti di Amerika, keterbukaan menjadi suatu hal yang harus
terpelihara. Lain halnya Jepang yang berorientasi feminim, Mereka menganggap
bahwa keterbukaan sama halnya dengan “kehilangan muka”. Variasi dari nilai ini
bisa dilihat dari perbedaan reaksi budaya pada iklan yang dibandingkan. Seperti
contoh Amerika Serikat yang membesarkan hati mereka ketika mereka
menggunakannya didalam budaya lain yang bisa dengan mudahnya mendapatkan reaksi
yang tidak baik. Disisi lainnya, jepang yang memiliki kolektifitas yang lebih
menurut sejarahnya menemukan perbandingan iklan menjadi sesuatu yang tidak
disukai, meskipun demikian Pepsi menemukan anak muda Jepang sedikit lebih mau
menerima jika pembandingan dilakukan dalam keterus-terangan dan cara yang lucu.
Sebagai aturannya, perbandingan iklan dapat digunakan dengan ketelitian dan
hanya sungguh-sungguh telah teruji.
Perbedaan/keseragaman
Budaya dengan nilai yang berbeda tidak hanya akan
menerima aturan yang bergai macam dari perilaku pribadi dan sikap tapi juga menerima
variasi dalam bentuk makanan, pakaian, dan produk lain serta pelayanannya.
Dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki keseragaman nilai, dimana mereka
tidak menyukai serta menerima bermacam aturan dari rasa dan produk pilihan.
Jepang dan budaya kolektif lainnya cenderung untuk meletakkan nilai yang kuat
dalam keseragaman dan kesesuaian, sebaliknya budaya individualistik yang lebih
seperti Canada dan Belanda cenderung pada nilai perbedaan. Ketika banyak aspek
penting dari budaya ini dibuat oleh perbedaan dalam nilai, satu yang nyata
dengan relative ketiadaannya turis yang berlatar “etnis” di restoran-restoran
Jepang dibandingkan dengan Canada dan Belanda. Walaupun demikian, perubahan
ekonomi dan sosial yang digerakkan oleh usia muda pada masyarakat kolektifis,
membuat perbedaan lebih diterima dibandingkan dengan hal tradisional yang
dijumpai, dan juga jika kecenderungan dari tingkatan yang mutlak lebih rendah
dibandingkan dengan sisi individualistik mereka.
Orientasi nilai-lingkungan
Yakni menentukan hubungan masyarakat dengan
ekonomi, teknis, dan linkungan fisik nya. Contoh dari nilai lingkungan seperti
kebersihan, dayaguna/keadaan, tradisi/perubahan, pengambilan risiko/pengamanan,
pemecahan masalah/fatalistis, dan sifat dasar (alam).
Kebersihan
Ketika adanya perbedaan dalam meletakkan nilai
kebersihan diantara budaya ekonomi berkembang, ada perbedaan yang sangat luas
diantara budaya ini dengan banyak budaya negara kurang berkembang. Di banyak
negara miskin, kebersihan dinilai tidak pada tingkatan yang cukup untuk
menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilihat pada negara Cina dan
India, dimana kebersihan menjadi Sesutu yang begitu mengkhawatirkan. Ketika hal
tersebut menjadi dampak bagi budaya lokal, McDonald’s mendapat penghargaan
dengan memeperkenalkan pengolahan makanan yang higienis dan toilet beberapa
pasar Asia Timur termasuk Cina.
Dayaguna/keadaan
Dayaguna/keadaan lebih dekat hubungannya pada
konsep jarak kekuasaan, dimana menghubungkan pada derajat dimana orang menerima
ketidak sama rataan dalam kekuasaan, otoritas, status, dan kekayaan sebagai
kelaziman atau yang melekat dalam masyarakat. Konsumen di negara dengan jarak
kekuasaan yang tinggi akan lebih suka untuk melihat opini dari orang lain dalam
membuat keputusan. Masyarakat dengan orientasi status lebih suka pada
“kwalitas” atau nama merk yang terkenal dan barang yang harganya mahal untuk
menyamakan fungsi barang dengan merk yang tidak terkenal atau harga yang murah.
Dimana konsumen ditarik oleh rasa gengsi dari merk yang terkenal.
Tradisi/perubahan
Berbeda pada Amerika, konsumen pada tradisi Korea
dan Cina kurang nyaman dengan situasi baru atau cara pemikiran baru. Nilai ini
direfleksikan dalam iklan mereka dimana berbeda pada iklan di Amerika, dimana
di Inggris dan Cina menekankan tradisi dan sejarah. Untuk target pada kerangka
berpikir penonton melalui televisi, daya tarik budaya lebih digunakan. Dalam
target majalah pada orang-orang muda Cina, daya tarik modern yang difokuskan
pada teknologi, mode, dan kesenangan lebih banyak digunakan.
Pengambilan resiko/pengamanan
Nilai ini berhubungan pada toleransi bagi ambuitas
dan menghindari ketidaktentuan. Ia nya memiliki pengaruh yang kuat dalam
hubangan usaha dan perkembangan ekonomi sebagai penerimaan produk baru. Masyarakat
dimana tidak mengagumi adanya pengambilan resiko, tidak suka pada pengembangan
hubungan usaha yang cukup untuk mencapai perubahan dan pertumbuhan ekonomi.
Produk baru yang diperkenalkan, saluran baru dari pendistribusian, dan tema
iklan adalh hal yang mempengaruhi nilai ini.
Pemecahan masalah/fatalistis
Di Karibia, kesulitan atau hal yang tidak dapat
dikendalikan selalu dihilangkan dengan ekspresi “tidak masalah”. Ini biasanya
berarti: “ada suatu masalah, tapi kita tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap
hal tersebut-jadi jangan khawatir!”. Di Eropa Barat dan Amerika cenderung
kearah untuk menyurutkan akhir pemecahan masalah dari rangkaian kesatuannya.
Sedangkan Meksiko dan negara timur tengah menyurutkan kearah akhir yang fatal.
Hal ini ditunjukkan pada mengurangi dugaan konsumen atas kualitas dan
mengurangi kemungkinan dimana konsumen membuat keluhan secara resmi ketika
berhadapan dengan pembelian yang tidak memuaskan.
Alam
Yang dimaksud disini adalah bagaimana negara-negara
yang memproduksi atau mengimpor suatu produk meletakkan nilai tinggi dalam
lingkungan. Seperti negara Inggris yang memiliki gagasan dalam pengurangan
emisi. Dalam peluncuran produknya, mereka lebih menekankan kendaraan yang
memiliki emisi rendah.
Nilai orientasi-diri
Yakni merefleksikan tujuan dan pendekatan pada
hidup dimana anggota individu dari masyarakat menemukan apa yang diinginkan.
Disini termasuk aktif/pasif, kepuasan sensual/pantangan, material/non material,
kerja keras/santai, penundaan kepuasan/kesegeraan kepuasan, dan
keberagamaan/keduniawian.
Aktif/Pasif
Kecenderungan dalam beraktifitas akan mempengaruhi
pemasaran dalam suatu produk. Misalnya tema olahraga bagi kemasan botol tidak
begitu cocok di negara seperti Jepang, dimana dua dari tiga pria dan tiga dari
empat wanita berolahraga kurang dari dua kali dalam setahun.
Kepuasan
sensual/pemantangan
Yang dimaksud disini adalah apakah suatu negara
menggunakan daya tarik seks/sensualitas atau apakah memberikan pembatasan pada
iklan yang dibuatnya terhadap sensualitas. Pembatasan terhadap iklan dengan
kesederhanaan lebih terlihat di negara Arab Saudi atau negara-negara timur
tengah. Ini dikarenakan budaya Islam yang sangat konservatif dalam nilai ini.
sumber :
|
www.gunadarma.ac.id |