A.
Laporan
Ilmiah
Laporan ialah suatu
wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan, atau gagasan dari seseorang
kepada orang lain. Laporan ini dapat berbentuk lisan dan dapat berbentuk
tulisan. Laporan yang disampaikan secara tertulis merupakan suatu karangan.
Jika laporan ini berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh dari hasil
penelitian, pengamatan ataupun peninjauan, maka laporan ini termasuk jenis
karangan ilmiah. Dengan kata lain, laporan ilmiah ialah sejenis karangan ilmiah
yang mengupas masalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang sengaja disusun untuk
disampaikan kepada orang-orang tertentu dan dalam kesempatan tertentu.
Ada beberapa hal yang mendasari dalam pembuatan Laporan Ilmiah, diantaranya : - Kegiatan menulis laporan ilmiah merupakan kegiatan utama terakhir dari suatu kegiatan ilmiah
Ada beberapa hal yang mendasari dalam pembuatan Laporan Ilmiah, diantaranya : - Kegiatan menulis laporan ilmiah merupakan kegiatan utama terakhir dari suatu kegiatan ilmiah
- - Laporan ilmiah
mengemukakan permasalahan yang ditulis secara benar, jelas, terperinci, dan
ringkas
- - Laporan ilmiah merupakan
media yang baik untuk berkomunikasi di lingkungan akademisi atau sesama ilmuwan
- - Laporan ilmiah merupakan
suatu dokumen tentang kegiatan ilmiah dalam memecahkan masalah secara jujur,
jelas, dan tepat tentang prosedur, alat, hasil temuan, serta implikasinya
- - Laporan ilmiah dapat
digunakan sebagai acuan bagi ilmuwan lain sehingga syarat- syarat tulisan ilmiah
berlaku juga untuk laporan
Jenis-jenis Laporan Ilmiah
Dari beberapa sumber yang ada, terdapat tiga jenis laporan
ilmiah yaitu sebagai berikut:
a. Laporan lengkap (Monograf)
- o Menjelaskan proses
penelitian secara menyeluruh.
- o Teknik penyajian sesuai
dengan aturan (kesepakatan) golongan profesi dalam bidang ilmu yang
bersangkutan
- o Menjelaskan hal-hal yang
sebenarnya yang terjadi pada setiap tingkat analisis
- o Menjelaskan (juga)
kegagalan yang dialami,di samping keberhasilan yang dicapai
- o Organisasi laporan harus
disusun secara sistamatis (misalnya :judul bab,subbab dan seterusnya,haruslah
padat dan jelas)
b. Artikel Ilmiah
- o Artikel ilmiah biasanya
merupakan perasan dari laporan lengkap.
- o Isi artikel ilmiah harus difokuskan
kepada masalah penelitian tunggal yang obyektif
- o Artikel ilmiah merupakan
pemantapan informasi tentang materi-materi yang terdapat dalam laporan lengkap
c. Laporan Ringkas
Laporan ringkas adalah penulisan kembali isi laporan atau
artikel dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti dengan bahasa yang tidak
terlalu teknis(untuk konsumsi masyarakat umum)
Fungsi Laporan Ilmiah
Laporan
penelitian mengkomunikasikan kepada pembaca seperangkat data dan ide spesifik.
Ide spesifik. Spesifik tersebut disampaikan secara jelas dan cukup rinci agar
dapat dievaluasi
-
Laporan
Ilmiah harus dilihat sebagai sumbangan dalam khasanah ilmu pengetahuan
-
Laporan
Ilmiah harus berfungsi sebagai stimulator dan mengarahkan pada penelitian
selanjutnya
Macam-macam
Laporan
a.Laporan
berbentuk formulir isian
b.Laporan
berbentuk surat
c.Laporan
berbentuk memorandum
d.Laporan
perkembangan Keadaan
e.Laporan
berkala
f.Laporan
laboratoris/hasil penelitian
g.Laporan
formal / semi formal
Ciri-ciri
Laporan yang Baik
Laporan
yang baik mendukung beberapa hal yaitu :
Penggunaan
bahasa yang ilmiah (baku)
Dalam
penulisan laporan hanya menerima tulisan dengan jenis perintah bukan Tanya
Laporan
disertakan dengan identifikasi masalah
Data yang lengkap sebagai
pendukung laporan
Adanya
kesimpulan dan saran
Laporan
dibuat menarik dan juga interaktif
Syarat
Laporan Ilmiah
Suatu karya dapat dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai
berikut
o Penulisannya
berdasarkan hasil penelitian, disertai pemecahann
o Pembahasan
masalah yang dikemukakan harus obyektif sesuai realita/ fakta
o Tulisan
harus lengkap dan jelas sesuai dengan kaidah bahasa, Pedoman Umum
o Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), serta Pedoman Umum Pembentukan
Istilah (PUPI)
o Tulisan
disusun dengan metode tertentu
o Tulisan
disusun menurut sistem tertentu
o Bahasanya
harus lengkap, terperinci, teratur, ringkas, tepat, dan cermat sehingga tidak
terbuka kemungkinan adanya ambiguitas, ketaksaan, maupun kerancuan
B. Laporan Semi Ilmiah
Laporan Semi
Ilmiah adalah sebuah penulisan
yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak
semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang
sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari
karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak
digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan
cerpen.
Karakteristiknya
: berada diantara ilmiah.
Contoh
Laporan Ilmiah
MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
“KESENJANGAN
PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH”
KELOMPOK 5
KETUA : IRRIYANTI (18211536)
ANGGOTA : KUNTHI
RATU JIMAT (14211035)
LYDIA TAMARA (14211185)
RISA SARAH
SEPTIARANI (16211268)
SITI NURHASANAH (16211822)
VICKY ANGGRAINI (17211269)
VITA FAI NURWARI (17211304)
KELAS : 3EA17
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini dengan
judul “Kesenjangan Pembangunan Antar daerah”.
Makalah
ini berisikan tentang informasi mengenai ketimpangan pembanguan di Indonesia
dan juga bagaimana solusi nya disertai dengan contohnya. atau yang lebih
khususnya membahas tentang penerapan sebuah organisasi agar menjadi kokoh.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
sebuah organisasi yang kokoh.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
khususnya Anggota Kelompok 5 Perekonomian indonesia, referensi, serta semua
pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Bekasi,
23 Maret 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL …………………………………………………………………..... 1
KATA
PENGANTAR ………………………………………………………………......
2
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………………… 3
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah ………………………………………………………… 4
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Otonomi Daerah ……………………………………………………….. 5
2.2 Peluang dan
Tantangan Bisnis di Daerah …………………………………………
5
2.3 Indikator Ketimpangan antar Daerah ……………………………………………. 6
2.4 Faktor Ketimpangan antar Daerah Solusi Kesenjangan Antar Daerah
……….. 7
2.5 Solusi Ketimpangan antar Daerah ………………………………………………... 8
2.6 Persentase Kesenjangan Pembangunan
di Indonesia …………………………… 9
BAB
III PENUTUP
3.1
Simpulan ……………………………………………………………………………
10
3.2
Saran ………………………………………………………………………………. 11
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………………......... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Negara
Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi.
Desentralisasi itu sendiri sebenarnya mengandung dua pengertian utama, yaitu,
Desentralisasi merupakan pembentukan daerah otonom dan penyerahan wewenang
tertentu kepadanya oleh pemerintah pusat. Desentralisasi dapat pula berarti penyerahan
wewenang tertentu kepada daerah otonom yang telah dibentuk oleh pemerintah
pusat.
Sistem
sentralisasi yang pernah di terapkan, di mana semua urusan negara menjadi
urusan pusat, pusat dalam hal ini pemerintahan yang dipusatkan pada pemerintah
pusat, pusat memegang semua kendali atas semua wilayah atau daerah di
Indonesia, dan daerah harus melaksanakan apa yang menjadi kebijakan pemerintah
pusat.
Dalam
penjelasan tersebut, daerah dapat diartikan bahwa daerah Indonesia dibagi dalam
daerah provinsi, daerah provinsi dibagi dengan daerah yang lebih kecil. Dengan
penerapan sistem terpusat di segala bidang kehidupan ternyata tidak dapat
menciptakan kemakmuran rakyat yang merata di seluruh daerah, karena jauhnya
jangkauan dari pusat, sehingga kebanyakan daerah yang jauh dari pemerintah
pusat kurang mendapatkan perhatian, dan tujuan membangun Good Governence
belum dapat terwujud. Berakhirnya rezim orde baru, berganti dengan era
reformasi, mengubah cara pandang untk mewujudkan Good Governence, salah
satunya dengan adanya otonomi daerah, karena Otonomi Daerah dapat mengembangkan
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
Pembangunan
ekonomi saat ini di negara kita (indonesia) selama masa
pemerintahan orde baru lebih mementingkan atau memusatkanpada pertumbuhan ekonomi,
ternyata tidak membuat wilayah daerahtanah air dapat berkembang dengan baik.
Sebagai hasil pembangunan selama ini lebih dikonsentrasikan di Pusat Jawa atau
di Ibukota, hal ini merupakan sebagai proses pembangunan dan peningkatan
kemakmuran. Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata
pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun
hingga krisis terjadi. Namun dilihat pada tingkat regional, kesenjangan
pembangunan ekonomi antar propinsi makin membesar.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan
kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang di
maksud Otonomi Daerah adalah wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara
kesatuan maupun pada Negara federasi.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah
di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa
urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan
keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
2.2 Peluang dan
Tantangan Bisnis di Daerah
Sekarang ini
di era otonomi daerah dan desentralisasi, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan
kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung
jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa
tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan dan pemerataan.
Dari pemahaman tersebut, maka untuk menghadapi berbagai
persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan
penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini
berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dimiliki
daerah, melekat pula tanggung
jawab untuk secara aktif dan secara langsung berusaha
pengentasan kemiskinan di daerah
bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki
inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Berkaitan
dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka
pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan
dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya
bentuk yang jelas dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat
bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung
dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih
dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke
daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi.
Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik
yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan
peraturan dan instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat
menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak
yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung,
pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang
rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan
kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat
perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan
penerapan otonomi daerah itu sendiri.
2.3 Indikator Ketimpangan antar Daerah
Merujuk pada wilayah Indonesia yang
kepulauan menyebabkan adanya ketimpangan-ketimpangan di sektor-sektor tertentu.
Ketimpangan tersebut menyakibatkan arus urbanisasi meningkat, ketidakmerataan
pembangunan, kemiskinan, pengangguran, ketidakseimbangan SDM, ketidakmerataan
penggunaan teknologi, dan aksesibilitas yang kurang memadai.
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang.
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang.
Merujuk pada
pakar ekonomi Harvard Prof. Emeritus
Adelman dan Morris (1973)
berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam ekonomi suatu
wilayah ada 8, yaitu :
1 .
Pertambahan
penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunya pendapatan perkapita
2 . Inflasi
dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proposional dengan
pertambahan produksi barang-barang,
3 . Ketidakmerataan
pembangunan antar daerah,
4 . Investasi
yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal sehingga presentase
pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan
yang berasal dari kerja, sehingga penngangguran bertambah,
5 . Rendahnya
mobilitas industri,
6 . Pelaksanaan
kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga
barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis,
7 . Memburuknya
nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan
dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan
negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang,
8 . Hancurnya
industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga
dan lain-lain.
2.4 Faktor Ketimpangan antar Daerah
Kesenjangan yang terjadi pada
pembangunan ekonomi adalah sebuah persoalan vital dalam kajian ilmu pembangunan
ekonomi daerah di Negara Indonesia. Terdapat 2 pendekatan yang bisa dijadikan
ukuran kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah-daerah di Indonesia, ialah
dengan memakai pendekatan pendapatan & memakai pendekatan pengeluaran
konsumsi rumah tangga.
Kesenjangan yang terjadi
pada pembangunan ekonomi antar daerah sering bersinggungan dengan taraf
kemiskinan di beberapa daerah di Indonesia. Di Pulau Jawa, Misalnya : Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta merupakan kawasan yang banyak terdapat kemiskinan di
Indonesia barat, sebagai akibat kepadatan penduduk. Sedangkan NTB dan NTT
merupakan pusat kemiskinan di Indonesia kawasan timur, karena daerah tersebut
tidak memiliki SDM, teknologi, infrastruktur, dan kewirausahaan yang baik.
Kesenjangan
antar daerah juga ada kaitannya dengan perbedaan pola pembangunan secara
sektoral. Misalnya : proses Industrialisasi di Indonesia kawasan barat lebih
baik dibandingkan di Indonesia kawasan timur.
Sebab-sebab
ketimpangan pembangunan ekonomi di daerah- daerah di Negara Indonesia yaitu:
1. Terpusatnya
kegiatan ekonomi hanya pada beberapa wilayah, misalnya : pembangunan hanya di
pulau Jawa.
2. Alokasi
investasi yang tidak seimbang.
3. Perbedaan
SDA antar provinsi yang timpang antara daerah asatu dengan lainnya.
4. Arus
sirkulasi faktor produksi yang rendah antar daerah satu dengan lainnya.
5. Kondisi
demografis antar wilayah yang berbeda-beda, kadang pula sulit terjangkau.
6. Perdagangan
antar provinsi kurang lancar dan sering mengalami kendala transportasi.
Kesenjangan antar daerah yang
semakin besar menurut Williamson
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:
1.
Adanya
migrasi tenaga kerja antar daerah bersifat selektif yang pada umumnya para
migran tersebut lebih terdidik, mempunyai ketrampilan yang tinggi dan masih
produktif
2. Adanya migrasi kapital antar daerah.
Adanya proses aglomerasi pada daerah yang relatif kaya menyebabkan daya tarik
tersendiri bagi investor pada daerah lain yang berakibat terjadinya aliran kapital
ke daerah yang memang telah terlebih dahulu maju.
3.
Adanya
pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat
mendorong terjadinya kesenjangan/ketimpangan antar daerah lebih besar.
4. Kurangnya keterkaitan antar daerah
yang dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan
yang berdampak pada semakin besarnya kesenjangan/ketimpangan yang terjadi.
2.5 Solusi Kesenjangan Antar Daerah
Proses otonomi daerah
yang sedang berlangsung di Indonesia, memang masih banyak kelemahan, namun ini
adalah konsekuensi dari upaya untuk memberdayakan masyarakat di daerah, ke
depan yang diperlukan adalah konsistensi dari pemerintah pusat untuk membimbing
ke arah otonomi yang memberdayakan tersebut. Termasuk proses dan upaya
meminimalisir otonomi daerah sebagai ladang basah KKN di daerah yang dilakukan
oleh tikus-tikus lokal.
Kemudian, merumuskan
regulasi otonomi yang jelas, termasuk memuat tentang sinergisitas pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat antar daerah, sehingga dapat mengeliminir
kesenjangan pembangunan dan meningkatkan sense kebersamaan sebagai bangsa dalam
bingkai NKRI serta memuat pula tentang aturan peluang peningkatan partisipasi
rakyat dalam mendorong otonomi daerah yang berdaya.
2.6 Persentase Kesenjangan Pembangunan
di Indonesia
Sampai 2011 kue pembangunan masih terkonsentrasi di Jawa dan
Sumatera. PDRB Jawa menyumbang sekira 57,6 persen dari total PDB dan Pulau
Sumatera memberikan donasi sebesar 23,3 persen (BPS, 2012). Dengan begitu,
kedua pulau itu menguasai sekira 82 persen dariPDBIndonesia.
Pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali dan Nusa Tenggara hanya mendapat porsi sekira 18 persen. Sebagian ahli menganggap ini tidak masalah karena proporsi penduduk di masing-masing pulau memang terbagi dengan pola seperti itu. Pulau Jawa misalnya saat ini dihuni oleh 57,5 persen dari total penduduk nasional, demikian pula Pulau Sumatera yang ditinggali oleh 21,3 persen penduduk (BKKBN, 2011).
Pulau Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali dan Nusa Tenggara hanya mendapat porsi sekira 18 persen. Sebagian ahli menganggap ini tidak masalah karena proporsi penduduk di masing-masing pulau memang terbagi dengan pola seperti itu. Pulau Jawa misalnya saat ini dihuni oleh 57,5 persen dari total penduduk nasional, demikian pula Pulau Sumatera yang ditinggali oleh 21,3 persen penduduk (BKKBN, 2011).
Berikut
merupakan beberapa Kota besar yang sudah baik perkembangannya
di Kalimantan, yaitu:
1.
Banjarmasin
2.
Balikpapan, kotainiseringmendapatpenghargaankotaterbersih di Indonesia
dariPresiden RI. Balikpapan jugaterasukkota yang
sibukdanmerupakanindustriminyak di Indonesia
3.
Samarinda, kota yang jugasudahpesatperkembangannyainisehinggamenjaditempatpenyelenggaraan
PON.
4.
Pontianak, iniadalahkota yang dilintasigariskhatulistiwa, daerah yang agraris.
Kota inipenuhdenganpendatang yang membuatkotasemakinmajudengan SDA dan SDM nya.
5.
Palangkaraya, kota yang cantik nan indahyaituibukotasukudayakterbesar.
6.Sampit,
kota yang kaya akansumberdayaalamnya, yang kinimenjadikotabandar yang ramai.
7.
Bontang, dijulukikotapupuk.
8.
BanajarBaru
9.
Singkawang, terkenaldengan multi etnisnya.
10.
Tarakan, kota transit danladangminyak
Selanjutnya ketimpangan sektoral juga tidak
bisa dianggap remeh. Sektor pertanian dan industri dalam beberapa tahun
terakhir tumbuh sangat rendah. Sektor pertanian hanya tumbuh tiga persen pada 2011,
bahkan pada 2010 tumbuh 2,86 persen, padahal pertumbuhan ekonomi nasional di
atas enam persen. Hal yang sama juga terjadi di sektor industri, yang
pertumbuhannya kerap di bawah empat persen misalnya pada 2008 dan 2009.
Untungnya, pada 2011 sektor industri sudah menggeliat dan tumbuh sebesar 6,2 persen.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Permasalahan besar
yang masih dihadapi Indonesia hingga saat ini adalah terjadinya kesenjangan
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, dalam upaya mengatasi masalah
perekonomian pemerintah harus menyelesaikan permasalahan akarnya yaitu
ketimpangan pembangunan dan perekonomian yang terjadi di wilayah Indonesia.
Sehingga terjadi perbedaan dari distribusi pendapatan antara daerah dan
distribusi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah merupakan satu permasalahan
dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia. Perbedaan
tersebut terjadi selama bertahun-tahun lamanya sehingga menyebabkan terjadinya
ketimpangan antar daerah satu dengan yang lain.
Salah satu upaya
kebijakan pemerintah adalah melakukan desentralisasi kewenangan dan keuangan.
Namun kebijakan ini masih belum mampu memperkecil ketimpangan tersebut, dimana
terlihat adanya perbedaan tingkat pembangunan, seperti perbedaan tingkat
pendapatan per kapita dan infrastruktur di daerah yang disebabkan karena
minimnya pengeluaran pembangunan di daerah serta kendala-kendala SDM,
infrastruktur , teknologi dan dana.
Berbagai pandangan
dapat digunakan untuk menjelaskan tentang fenomena ketimpangan yang berlangsung
di Indonesia. Kebijakan industrialisasi yang semula diyakini akan dapat menjadi
penopang pertumbuhan ekonomi terbukti sangat rapuh bila dalam implementasinya
tidak melibatkan sektor primer. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa
pertumbuhan sektor industri yang cukup tinggi ternyata tidak memberikan dampak
apapun bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
3.2
Saran
1. Bagi pemerintah
lebih memperhatikan
daerah-daerah Indonesia, khususnya daerah yang terperncil dan kurang
infrastruktur serta fasilitasnya. Pemerintah juga dapat membuat UKM bagi
usaha-usaha rumahan agar dapat mandiri dan mendorong pertumbuhan daerahnya.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat agar lebih
interaktif dan ikut menjaga fasilitas yang telah disediakan pemerintah. Lebih peduli dengan lingkungan dengan melaporkan masalah yang
terjadi pada masyarakat, agar pembangunan
efektif dan tepat sasaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber
:
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/08/29/menyusun-laporan-ilmiah/
http://ilmucerdas.wordpress.com/profil/cara-penulisan-laporan-ilmiah/
http://mikhaanitaria.blogspot.com/2010/04/laporan-ilmiah.html
http://repository.binus.ac.id/content/A0282/A028263511.ppt
http://zufraenimochammad.blogspot.com/2013/01/laporan-ilmiah.html
http://muhammadazman12.blogspot.com/
http://mikhaanitaria.blogspot.com/2010/04/laporan-ilmiah.html
www.gunadarma.ac.id |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar