Stimuli Pemasaran dan Persepsi Konsumen
A. Solomon (1999)
mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima oleh
seseorang dipilih dan dipilah, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan.
Ada bebrapa factor yang mempegaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu:
1. Factor internal
a. Pengalaman
b. Kebutuhan saat itu
c. Nilai-nilai yang dianutnya
d. Ekspektasi/pengharapannya
Ada bebrapa factor yang mempegaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu:
1. Factor internal
a. Pengalaman
b. Kebutuhan saat itu
c. Nilai-nilai yang dianutnya
d. Ekspektasi/pengharapannya
2. Factor eksternal
a. Tampilan produk
b. Sifat-sifat stimulus
c. Situasi lingkungan
a. Tampilan produk
b. Sifat-sifat stimulus
c. Situasi lingkungan
Ries dan trout (1986: 44) mengatakan bahwa “the consumer mind” yang menggarap persepsi manusia itu adalah medan perang pemasaran terutama dalam kiat-kiat positioning, positioning adalah kiat mempengaruhi dan membentuk persepsi konsumen terhadap produk atau merek yang diperkenalkan. Untuk memenangkan persaingan itu, maka positioning prosuk harus dirancang sedemikian rupa sehingga input sensai yang ditimbulkan olah berbagai bentuk komunikasi pemasaran benar-benar mengena, dalam arti dapat diterima system sensorik konsumen atau prospek dan diinterpretasikan seperti yang dingini oleh pamasar.
B. Persepsi
subliminal
Lefton (1982) mengartikan persepsi subliminal sebagai persepsi terhadap stimulus yang diberikan dibawah tingkat ambang rangsang sehingga penerima tidak sadar akan adanya stimulus itu. Pada umumnya pemasar ingin mempengaruhi konsumen dengan memberikan stimulus sensorik diatas ambang rangsangnya. Akan tetapi tidak semua stimulus/komunikasi pemasaran dibuat agar jatuh diatas ambang rangsang. Bebrapa iklan justru memberikan stimulus dibawah ambang rangsang yang disebut subliminal.
Pengaruh melalui subliminal tidak mudah dibuat karena pemasar tidak mau menanggung resiko yang terlalu besar. Resiko itu termasuk kalau pemirsa tidak bisa menanghkap gambar atau tulisan yang cepat atau samar-samar. Kemampuan menangkap pesan pemasar yang demikian tergantung banyak factor, seperti jarak tv dengan pemirsa, posisi pemirsa didepan televise, dan masih banyak lagi hal yang bersifat individual.
Lefton (1982) mengartikan persepsi subliminal sebagai persepsi terhadap stimulus yang diberikan dibawah tingkat ambang rangsang sehingga penerima tidak sadar akan adanya stimulus itu. Pada umumnya pemasar ingin mempengaruhi konsumen dengan memberikan stimulus sensorik diatas ambang rangsangnya. Akan tetapi tidak semua stimulus/komunikasi pemasaran dibuat agar jatuh diatas ambang rangsang. Bebrapa iklan justru memberikan stimulus dibawah ambang rangsang yang disebut subliminal.
Pengaruh melalui subliminal tidak mudah dibuat karena pemasar tidak mau menanggung resiko yang terlalu besar. Resiko itu termasuk kalau pemirsa tidak bisa menanghkap gambar atau tulisan yang cepat atau samar-samar. Kemampuan menangkap pesan pemasar yang demikian tergantung banyak factor, seperti jarak tv dengan pemirsa, posisi pemirsa didepan televise, dan masih banyak lagi hal yang bersifat individual.
C. Persepsi dan selektifitas
Persepsi adalah fenomena yang selektif. Karena kapasitas memori dalam otak manusia terbatas, maka seseorang cdenderung menyaring stimulus yang dihadapi, memilah dan memilih stimulus yang mana yang disimpan dalam memori.
Persepsi adalah fenomena yang selektif. Karena kapasitas memori dalam otak manusia terbatas, maka seseorang cdenderung menyaring stimulus yang dihadapi, memilah dan memilih stimulus yang mana yang disimpan dalam memori.
Oleh karean itu, selektifitas sensorik
manusia menjadi semakin meningkat.
1. Selective exposure, orang cenderung mengabaikan stimulus yang menyebabkan kekuatiran, ketidaknyamanan dan yang tidak penat. Istilah-istilah yang perlu dalam eksposure yang selektif ditelevisi maupun dimedia massa antara lain:
a. Zipping; memindah saluran pada saat iklan dalam interlude sebuah film kesayangan atau acara kesayangan.
b. Zapping; sama sekali tidak mau melihat iklan, misalnya pada waktu membaca majalah.
c. Muting; mengecilkan atau mematikan volume televise maupun radio pada waktu ada iklan.
1. Selective exposure, orang cenderung mengabaikan stimulus yang menyebabkan kekuatiran, ketidaknyamanan dan yang tidak penat. Istilah-istilah yang perlu dalam eksposure yang selektif ditelevisi maupun dimedia massa antara lain:
a. Zipping; memindah saluran pada saat iklan dalam interlude sebuah film kesayangan atau acara kesayangan.
b. Zapping; sama sekali tidak mau melihat iklan, misalnya pada waktu membaca majalah.
c. Muting; mengecilkan atau mematikan volume televise maupun radio pada waktu ada iklan.
2. Selective attention; orang cenderung selektif dalam perhatiannya pada atau keterlibatannya dengan stimulus-stimulus yang berbeda.
3. Selective interpretation; stimulus yang diterima akan diinterpretasikan secara lebih subyektif.
4. Selective retention; untuk efisiensi orang yang melupakan, menyaring, atau gagal untuk menyimpan stimulus yang prioritasnya rendah atau tidak penting.
Perhatian juga selektif dalam hal cara konsumen merespon stimulus yang dihadapi, seperti konsumen berada digerai dengan banyak kategori produk yang dipajang.
D. Dinamika persepsi
Stimulus mana yang akan lulus seleksin oleh seorang individu tergantung pada:
Stimulus mana yang akan lulus seleksin oleh seorang individu tergantung pada:
1. Sifat-sifat stimulus.
Factor stimulus yang penting dalam persepsi konsumen adalah:
a. Contrast; merupakan atribut stimulus yang paling kuat. Contrast menguatkan persepsi dengan menonjolkan perbedaan intensitas stimulus itu.
b. Closure; merupakan kecenderungan orang untuk mengisi, secara persepsi, bagian yang hilang dari stimulus yang tidak lengkap.
c. Proximity; menurut prinsip kedekatan, benda atau artikel yang berdekatan satu sama lain dalam wawasan waktu maupun ruang akan dipersepsi sebagai bagian-bagian yang berhubungan dari suatu pola atau konfigurasi.
d. Similarity (grouping); dalam suatu konglomerasi stimulus, orang akan mempersepsi obyek-obyek yang kelihatan sama menjadi satu kelompok.
e. Ukurnan, warna, posisi dan usia dari stimulus itu.
2. Expectation (harapan) konsumen
Sehubungan dengan pembentukan ekspektasi ini disimpulkan bahwa stimulus yang berlawanan atau yang sangat lain dengan ekspektasi konsumen tidak akan diperhatikan.
3. Motive
Motif adalah dorongan untuk memnuhi kebutuhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini orang lebih memperhatikan sesuatu yang menurut dia dapat memenuhi kebutuhannya. Orang cenderung memasukkan stimulus yang cocok dengan motifnya kedalam persepsinya. Semakin kuat kebutuhan, semakin besar kecenderungan untuk mengabaikan stimulus yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan itu.
Factor stimulus yang penting dalam persepsi konsumen adalah:
a. Contrast; merupakan atribut stimulus yang paling kuat. Contrast menguatkan persepsi dengan menonjolkan perbedaan intensitas stimulus itu.
b. Closure; merupakan kecenderungan orang untuk mengisi, secara persepsi, bagian yang hilang dari stimulus yang tidak lengkap.
c. Proximity; menurut prinsip kedekatan, benda atau artikel yang berdekatan satu sama lain dalam wawasan waktu maupun ruang akan dipersepsi sebagai bagian-bagian yang berhubungan dari suatu pola atau konfigurasi.
d. Similarity (grouping); dalam suatu konglomerasi stimulus, orang akan mempersepsi obyek-obyek yang kelihatan sama menjadi satu kelompok.
e. Ukurnan, warna, posisi dan usia dari stimulus itu.
2. Expectation (harapan) konsumen
Sehubungan dengan pembentukan ekspektasi ini disimpulkan bahwa stimulus yang berlawanan atau yang sangat lain dengan ekspektasi konsumen tidak akan diperhatikan.
3. Motive
Motif adalah dorongan untuk memnuhi kebutuhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini orang lebih memperhatikan sesuatu yang menurut dia dapat memenuhi kebutuhannya. Orang cenderung memasukkan stimulus yang cocok dengan motifnya kedalam persepsinya. Semakin kuat kebutuhan, semakin besar kecenderungan untuk mengabaikan stimulus yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan itu.
E. Pengaruh yang mendistorsi persepsi
1. Physical appearance; orang cenderung suka pada kualitas yang mereka asosiasikan dengan orang-orang tertentu yang mirip dengan mereka dalam hal-hal tertentu yang relevan.
2. Stereotype; gambaran yang selau ada dalam benak seseorang (stereotype) merupakan harapan orang tersebut akan terjadinya situasi-situasi khusus atau munculnya orang-orang tertentu atau kejadian-kejadian tertentu dlam suatu situasi.
3. Sumber-sumber yang dihormati biasa member bobot persepsi yang lebih.
4. Irrelevant cues; orang membeli sesuatu atribut produk yang sebetulnya bukan atribut inti dari produk.
5. First impression atau kesan pertama; sesuatu yang sangat berkesan sulit untuk diubah, bahkan cenderung bersifat selamanya. Perkenalan produk adalah tahap yang sangat penting yang akan masuk dalam persepsi konsumen.
6. Jumping to conclusions; seringkali oranv menyimpulkan, terutama dalam hal kinerja produk, sebelum melihat bukti-bukti yang relevan.
7. Halo effect; kesan umum yang diberikan pada interpretasi stimulus yang tidak penat.
1. Physical appearance; orang cenderung suka pada kualitas yang mereka asosiasikan dengan orang-orang tertentu yang mirip dengan mereka dalam hal-hal tertentu yang relevan.
2. Stereotype; gambaran yang selau ada dalam benak seseorang (stereotype) merupakan harapan orang tersebut akan terjadinya situasi-situasi khusus atau munculnya orang-orang tertentu atau kejadian-kejadian tertentu dlam suatu situasi.
3. Sumber-sumber yang dihormati biasa member bobot persepsi yang lebih.
4. Irrelevant cues; orang membeli sesuatu atribut produk yang sebetulnya bukan atribut inti dari produk.
5. First impression atau kesan pertama; sesuatu yang sangat berkesan sulit untuk diubah, bahkan cenderung bersifat selamanya. Perkenalan produk adalah tahap yang sangat penting yang akan masuk dalam persepsi konsumen.
6. Jumping to conclusions; seringkali oranv menyimpulkan, terutama dalam hal kinerja produk, sebelum melihat bukti-bukti yang relevan.
7. Halo effect; kesan umum yang diberikan pada interpretasi stimulus yang tidak penat.
F. Kualitas yang
dipersepsi
Pada umumnya konsumen menentukan kualitas suatu produk berdasarkan pada berbagai macam issyarat informasi yang dihubungkan dengan produk tersebut.
1. Isyarat intrinsic; ukuran, warna, rasa atau aroma. Isyarat ini dianggap lebih rasional dan obyektif karena atribut ini merupakan stimulus yang dapat diterima oleh panca indera.
2. Isyarat ekstrinsik; bersifat diluar produk seperti harga, citra took, atau citra produsennya.
Pada umumnya konsumen menentukan kualitas suatu produk berdasarkan pada berbagai macam issyarat informasi yang dihubungkan dengan produk tersebut.
1. Isyarat intrinsic; ukuran, warna, rasa atau aroma. Isyarat ini dianggap lebih rasional dan obyektif karena atribut ini merupakan stimulus yang dapat diterima oleh panca indera.
2. Isyarat ekstrinsik; bersifat diluar produk seperti harga, citra took, atau citra produsennya.
G. Resiko yang
dipersepsi Konsumen
Resiko yang dipersepsi adalah resioko yang mempengaruhi perilaku konsumen. Resiko yang dipersepsi mencakup:
1. Functional risk atau performance risk; yaitu resiko yang bila produk tidak dapat memberikan kinerja seperti yang diharapkan.
2. Physical risk; yaitu resiko pada adiri sendiri atau orang lain yang mungkin akan diakibatkan oleh produk.
3. Financial risk; yaitu resiko bila produk tidak sesuai dengan harganya.
4. Social risk; resiko ytang ditrimbulkan bila ternyata produk yang dipilih malah menimbulkan penghinaan dan menyebabkan pperasaan malu.
5. Psychological risk; yaitu resiko bila produk malah melukai ego konsumen.
6. Time risk; yaitu resiko bila waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan produk akan sia-sia karena kinerja produk tidak seperti yang diharapkan.
7. Resiko legal; yaitu resiko terjadinya tuntutan hokum oleh pihak ketiga.
H. Bagaimana konsumen mangatasi resiko?
Billa motivasi untuk mendapatkan produk cukup besar, untuk menghilangkan ketegangan (disharmoni) yang dialami mereka akan berusaha meyakinkan diri bahwa resiko itu tidak sedemikian besarnya dengan perilaku-perilaku berikut ini:
1. Konsumen mencari informasi
2. Brand loyality
3. Konsumen memilih berdasarkan brand image atau citra produk merek.
4. Konsumen membeli model yang paling mahal.
5. Konsumen mencari jaminan, mencoba sebelum membeli, dan sebagainya.
Resiko yang dipersepsi adalah resioko yang mempengaruhi perilaku konsumen. Resiko yang dipersepsi mencakup:
1. Functional risk atau performance risk; yaitu resiko yang bila produk tidak dapat memberikan kinerja seperti yang diharapkan.
2. Physical risk; yaitu resiko pada adiri sendiri atau orang lain yang mungkin akan diakibatkan oleh produk.
3. Financial risk; yaitu resiko bila produk tidak sesuai dengan harganya.
4. Social risk; resiko ytang ditrimbulkan bila ternyata produk yang dipilih malah menimbulkan penghinaan dan menyebabkan pperasaan malu.
5. Psychological risk; yaitu resiko bila produk malah melukai ego konsumen.
6. Time risk; yaitu resiko bila waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan produk akan sia-sia karena kinerja produk tidak seperti yang diharapkan.
7. Resiko legal; yaitu resiko terjadinya tuntutan hokum oleh pihak ketiga.
H. Bagaimana konsumen mangatasi resiko?
Billa motivasi untuk mendapatkan produk cukup besar, untuk menghilangkan ketegangan (disharmoni) yang dialami mereka akan berusaha meyakinkan diri bahwa resiko itu tidak sedemikian besarnya dengan perilaku-perilaku berikut ini:
1. Konsumen mencari informasi
2. Brand loyality
3. Konsumen memilih berdasarkan brand image atau citra produk merek.
4. Konsumen membeli model yang paling mahal.
5. Konsumen mencari jaminan, mencoba sebelum membeli, dan sebagainya.
Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu
saja, ada tahapan-tahapan atau proses tertentu yang harus dilalui oleh seseorang
untuk bisa berpersepsi. Menurut Sunaryo (2004) persepsi melewati tiga proses,
yaitu :
1.
Proses fisik (kealaman) — Objek è Stimulus è reseptor atau alat indera
2.
Proses fisiologis — Stimulus è saraf sensoris è otak
3.
Proses psikologis — proses dalam otak sehingga individu menyadari
stimulus yang diterima
Sejalan dengan hal itu Bimo Walgito
(2002) mengemukakan proses-proses terjadinya persepsi : 1) Suatu obyek atau
sasaran menimbulkan stimulus, selanjutnya stimulus tersebut ditangkap oleh alat
indera. Proses ini berlangsung secara alami dan berkaitan dengan segi fisik.
Proses tersebut dinamakan proses kealaman, 2) Stimulus suatu obyek yang
diterima oleh alat indera, kemudian disalurkan ke otak melalui syaraf sensoris.
Proses pentransferan stimulus ke otak disebut proses psikologis, yaitu
berfungsinya alat indera secara normal, dan 3) Otak selanjutnya memproses
stimulus hingga individu menyadari obyek yang diterima oleh alat inderanya.
Proses ini juga disebut proses psikologis. Dalam hal ini terjadilah adanya proses
persepsi yaitu suatu proses di mana individu mengetahui dan menyadari suatu
obyek berdasarkan stimulus yang mengenai alat inderanya.
Kemudian secara lebih detail Gibson
(1990) berpendapat mengenai proses terjadinya persepsi yaitu mencakup
penerimaan stimulus (inputs),pengorganisasian stimulus dan
penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang
dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, maka
proses terjadinya persepsi dapat kita visualisasikan dalam bagan sebagai
berikut :
Bagan Proses Terjadinya
Persepsi
Sistem Tanda (Semiotik)
Semiotik
(semiotic) adalah teori tentang pemberian ‘tanda’. Secara garis besar semiotik
digolongkan menjadi tiga konsep dasar, yaitu semiotik pragmatik (semiotic
pragmatic), semiotik sintatik (semiotic syntactic), dan semiotik semantik
(semiotic semantic) (Wikipedia,2007).
Semiotik Pragmatik (semiotic
pragmatic)
Semiotik
Pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang
menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas
perilaku subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan
tentang pengaruh arsitektur (sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam
menggunakan bangunan. Semiotik Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera
manusia dan perasaan pribadi (kesinambungan, posisi tubuh, otot dan
persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai sebagai suatu hasil persepsi
oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat mempengaruhi pengamat
sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur. Dengan kata lain, hasil
karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi pemakainya.
Semiotik Sintaktik (semiotic
syntactic)
Semiotik
Sintaktik menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya
ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik Sintaktik ini
mengabaikan pengaruh akibat bagi subyek yang menginterpretasikan. Dalam
arsitektur, semiotik sintaktik merupakan tinjauan tentang perwujudan arsitektur
sebagai paduan dan kombinasi dari berbagai sistem tanda. Hasil karya arsitektur
akan dapat diuraikan secara komposisional dan ke dalam bagian-bagiannya,
hubungan antar bagian dalam keseluruhan akan dapat diuraikan secara jelas.
Semiotik Semantik (semiotic
semantic)
Semiotik
Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang
disampaikan. Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan tentang
sistem tanda yang dapat sesuai dengan arti yang disampaikan. Hasil karya
arsitektur merupakan perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh perancangnya
yang disampaikan melalui ekspresi wujudnya. Wujud tersebut akan dimaknai
kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya. Perwujudan makna suatu
rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau ‘arti’ yang ingin
disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan diterima
secara tepat oleh pengamatnya, jika ekspresi yang ingin disampaikan
perancangnya sama dengan persepsi pengamatnya.
Inferensi Perseptual
Perseptual
adalah kemampuan memahami dan menginterpresentasikan informasi sensori atau
kemampuan intelek untuk mencarikan makna yang diterima oleh panca indera.
Inferensi
adalah tindakan atau proses yang berasal kesimpulan logis dari premis-premis
yang diketahui atau dianggap benar.
Kesimpulannya
adalah tindakan akhir yang sesuai dengan kebenaran informasi yang kita peroleh
dari panca indera.
Implikasi Pemasaran dari Inferensi
Perseptual
Konsumen
cenderung membentuk citra terhadap merek, toko, dan perusahaan didasarkan pada
inferensi mereka yg diperoleh dr stimuli pemasaran & lingkungan.
Citra
: total persepsi terhadap suatu objek, yg dibentuk dgn memproses informasi dr
berbagai sumber setiap waktu.
Pemasar
harus secara konstan mencoba mempengaruhi citra konsumen.
Sumber
:
www.gunadarma.ac.id |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar