Kepribadian Dan Perilaku Konsumen
Kepribadian menurut psikologi modern yaitu: “ Kepribadian adalah organisasi yang dinamis
dari sistem psikofisis individu yang menetukan penyesuaian dirinya terhadap
lingkungannya secara unik”.
Jadi, kepribadian seorang dewasa umumnya sekarang dianggap ter
buat dari baik faktor keturunan maupun lingkungan, yang diperlunak oleh faktor
situasi.
§ Keturunan.
§ Lingkungan.
§ Situasi.
§ Dinamis,
§ Organisasi sistem,
§ Psikofisis,
§ Unik,
Karakteristik Pribadi
yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
1. Faktor-faktor
Budaya
a. Budaya : Serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi penting lain.
b. Sub-budaya : kelompok orang yang memiliki sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa.
c. Kelas Sosial : Pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur dimana anggota memiliki nilai, minat dan perilaku yang serupa.
2. Faktor-faktor Sosial.
a. Kelompok : Dua atau lebih sekelompok orang yang berinteraksi untuk memenuhi tujuan individu atau tujuan bersama.
b. Keluarga.
c. Peran dan Status. ( Peran terdiri dari sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang-orang di sekitarnya, Tiap peran membawa status yang mengambarkan penghargaan umum terhadap peran tersebut oleh masyarakat.
3. Faktor-faktor Pribadi
a. Umur dan Tata Siklus Hidup,
b. Pekerjaan.
c. Situasi Ekonomi.
d. Gaya Hidup : Pola hidup seseorang yang tergambarkan pada aktivitas, interest, dan opinion ( AIO ) orang tersebut.
e. Kepribadian dan Konsep Diri. ( Kepribadian, sikologis yang membedakan seseorang yang menghasilkan tanggapan secara konsisten dan terus-menerus terhadap lingkungan. Konsep Diri, adalah kepemilikan seseorang dapat menyumbang dan mencerminkan ke identitas diri mereka ).
4. Faktor-faktor Psikologis
a. Motivasi, kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.
b. Persepsi, Proses menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti tentang dunia.
c. Pembelajaran, perubahan perilaku seseorang karena pengalaman.
d. Keyakinan dan Sikap, ( keyakinan = pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap merupakan evaluasi, perasaan dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak seseorang terhadap suatu obyek atau ide ).
a. Budaya : Serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi penting lain.
b. Sub-budaya : kelompok orang yang memiliki sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa.
c. Kelas Sosial : Pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur dimana anggota memiliki nilai, minat dan perilaku yang serupa.
2. Faktor-faktor Sosial.
a. Kelompok : Dua atau lebih sekelompok orang yang berinteraksi untuk memenuhi tujuan individu atau tujuan bersama.
b. Keluarga.
c. Peran dan Status. ( Peran terdiri dari sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang-orang di sekitarnya, Tiap peran membawa status yang mengambarkan penghargaan umum terhadap peran tersebut oleh masyarakat.
3. Faktor-faktor Pribadi
a. Umur dan Tata Siklus Hidup,
b. Pekerjaan.
c. Situasi Ekonomi.
d. Gaya Hidup : Pola hidup seseorang yang tergambarkan pada aktivitas, interest, dan opinion ( AIO ) orang tersebut.
e. Kepribadian dan Konsep Diri. ( Kepribadian, sikologis yang membedakan seseorang yang menghasilkan tanggapan secara konsisten dan terus-menerus terhadap lingkungan. Konsep Diri, adalah kepemilikan seseorang dapat menyumbang dan mencerminkan ke identitas diri mereka ).
4. Faktor-faktor Psikologis
a. Motivasi, kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan tersebut.
b. Persepsi, Proses menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti tentang dunia.
c. Pembelajaran, perubahan perilaku seseorang karena pengalaman.
d. Keyakinan dan Sikap, ( keyakinan = pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap merupakan evaluasi, perasaan dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak seseorang terhadap suatu obyek atau ide ).
Teori-teori
Kepribadian
Carl
Roger
Carl Ransom Rogers lahir pada
tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago. Rogers meninggal dunia
pada tanggal 4 Februari 1987 karena serangan jantung. Latar belakang: Rogers
adalah putra keempat dari enam bersaudara. Rogers dibesarkan dalam keluarga
yang berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal
keras, dan kaku dalam hal agama, moral dan etika. Rogers terkenal sebagai
seorang tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog
klinis dan terapis, ide – ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam
pengalaman -pengalaman terapeutiknya.(Schultz 1991)
Carl Rogers adalah seorang
psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien
(client centered) (Clifford 1986). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan
pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan
pendekatan Freud, Namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena
Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata
lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup
alamiah, sementara , kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang
sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah. Teori Rogers didasarkan pada
suatu “daya hidup” yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan
aktualisasi tersebut diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri
makhluk hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal
mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi
ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya.Dari dorongan tunggal
inilah, muncul keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan lain yang disebutkan
oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk udara, air, dan makanan, kebutuhan
akan rasa aman dan rasa cinta, dan sebagainya.(George 2008)
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang dikemukan
Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat
humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai
berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person
centered),non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada
murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered),
dan person to person). Namun istilah person centered yang sering
digunakan untuk teori Rogers.
Asumsi dan Prinsip Dasar Teori
1. Kecenderungan formatif : Segala hal di
dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
2. Kecenderungan aktualisasi:
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau
pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif
untuk menyelesaikan masalahnya.
Ide pokok dari teori-teori
Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti
diri, menentukan hidup, dan menangani masalah-masalah psikisnya asalkan
konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk
aktualisasi diri. (Schultz 1991)
Diri lain dalam teori Rogers
adalah diri yang ideal. Kita semua memiliki konsepsi jenis orang yang
diri kita inginkan menjadi sepertinya. Semakin dekat diri ideal dengan diri
nyata, semakin penuh dan gembira individu yang bersangkutan. Ketidaksesuaian
yang besar antara diri ideal dan diri nyata menghasilkan orang yang tidak puas
dan tidak gembira.
Konsep diri menurut Rogers
adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan
aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi
menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk
menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi,
yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan
antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan
kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana
pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh,
integral, dan sejati. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan
kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.
Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi
2 yaitu conditional positive regard (bersyarat)
dan unconditional positive regard (tak bersyarat). (Schultz 1991)
Jadi dua jenis
ketidaksesuaian dapat terjadi : satu, antara diri dan pengalaman realita ; dan
yang lain antara diri dan diri ideal. Rogers memiliki beberapa hipotesis
tentang bagaimana ketidaksesuaian itu dapat berkembang.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini
berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person
sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan
penuh kepercayaan.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully
human being):
1.Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang
menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi
baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang
positip maupun negatip.
2. Kehidupan Eksistensia Kualitas dari kehidupan eksistensial
dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan
sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai
respons atas pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayaan terhadap organisme
orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka
diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku
menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia
dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4. Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu
pilihan tanpa adanya paksaan – paksaan atau rintangan – rintangan antara
alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa
secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada
dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat
sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja
yang ingin dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan
kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki
kreativitas dengan ciri – ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif,
berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus
kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya. (Schultz 1991)
Psikoanalisa menurut carl gustav jung
Carl
gustav Jung dilahirkan pada
tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil dan meninggal pada tanggal 6 Juni1961 di
Kusnach, Swiss. Ia lulus dari Fakultas kedokteran Universitas Basle pada
tahun1900. Pada tahun 1923 ia berhenti menjadi dosen untuk mengkhususkan
dirinya dalam riset-riset. Sejak 1906 ia mulai tulis menulis surat kepada
Sigmund Freud yang baru dijumpainya pertama kali setahun kemudian yakni
tahun 1907. Pertemuan yang terjadi di Wina tersebutsangat mengesankan kedua
belah pihak, sehingga terjadi tali persahabatan antara mereka.Freud begitu
menaruh kepercayaan kepada Jung, sehingga Jung dianggap sebagai orangyang patut
menggantikan Freud di kemudian hari.Carl Gustav Jung adalah murid Sigmund
Freud. Freud adalah adalah penggagas psikoanalisayang merupakan seorang Jerman
keturunan Yahudi. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1865di Freiberg, dan
pada masa bangkitnya Hitler ia harus melarikan diri ke Inggris
danmeninggal di London pada tanggal 23 September 1939.Meskipun mengambil
beberapa pendapat gurunya, ia tidak sepenuhnya sependapat denganFreud, terutama
karena gurunya tersebut terlalu menekankan pada seksualitas dan berorientasi
terhadap materialistis dan biologis di dalam menjelaskan teori-teorinya.
Doktrin Jung
Doktrin Jung yang dikenal dengan psikologi analitis
(analytical psychology), sangatdipengaruhi oleh mitos, mistisisme, metafisika,
dan pengalaman religius. Ia percaya bahwahal ini dapat memberikan
keterangan yang memuaskan atas sifat spiritual manusia,sedangkan
teori-teori Freud hanya berkecimpung dengan hal-hal yang sifatnya
keduniaansemata. (Carl Gustav Jung, 1989: 10.)Jung mendefinisikan kembali
istilah-istilah psikologi yang dipakai pada saat itu, khususnyayang
dipakai oleh Freud. Ego, menurut Jung, merupakan suatu kompleks yang terletak
ditengah-tengah kesadaran, yakni keakuan.Istilah Freud lainnya yang
didefinisikannya kembali adalah libido. Bagi Jung, libido bukanhanya menandakan
energi seksual, tetapi semua proses kehidupan yang penuh energi: dariaktivitas
seksual sampai penyembuhan (Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92).Id, ego, dan
superego, adalah istilah istilah yang tak pernah dipakai oleh Jung.
Sebagaigantinya, ia menggunakan istilah conciousness (kesadaran), personal
unconciousness(ketidaksadaran pribadi), dan collective unconciousness
(ketidaksadaran kolektif Conciousness dan personal unconciousness sebagian
dapat diperbandingkan dengan id danego, tetapi terdapat perbedaan yang sangat
berarti antara superego-nya Freud dengancollective unconciousness, karena Jung
percaya bahwa yang terakhir ini adalah wilayahkekuatan jiwa (psyche) yang
paling luas dan dalam, yang mengatur akar dari empat fungsi psikologis,
yaitu sensasi, intuisi, pikiran, dan perasaan. Selain itu, juga mengandung
warisanmemori-memori rasial, leluhur dan historis.Untuk dapat mengerti
aspek-aspek metafisik dalam teori mimpi Jung, menurut penulis kitaharus
menelusuri dan memahami berbagai terma yang biasa dipakai oleh Jung di
dalammenguraikan teori mimpinya.
Struktur Psyche Menurut Jung
Menurut
Jung, Psyche adalah kesatuan yang di dalamnya terdapat semua pikiran,
perasaandan tingkah laku baik yang disadari maupun tidak disadari yang
saling berinteraksi satusama lainnya. Struktur psyche menurut Jung
terdiri dari :
1.
Ego Ego merupakan jiwa sadar yang terdiri
dari persepsi, ingatan, pikiran
dan perasaan-perasaansadar. Ego bekerja pada tingkat conscious
Dari Ego lahir perasaan identitas dan kontinyuitasseseorang. Ego seseorang
adalah gugusan tingkah laku yang umumnya dimiliki danditampilkan secara sadar
oleh orang-orang dalam suatu masyarakat. Ego merupakan bagianmanusia yang
membuat ia sadar pada dirinya.
2.
Personal
Unconscious Struktur Psyche
ini merupakan wilayah yang berdekatan dengan ego. Terdiri
dari pengalaman-pengalaman yang pernah disadari tetapi dilupakan dan
diabaikan dengancara Repression atau suppression.Pengalaman-pengalaman
yang kesannya lemah jugadisimpan kedalam personal unconscious. Penekanan
kenangan pahit kedalam personal unconscious dapat dilakukan oleh diri
sendiri secara mekanik namun bisa juga karenadesakan dari pihak luar yang kuat
dan lebih berkuasa. Kompleks adalah kelompok yangterorganisir dari perasaan,
pikiran dan ingatan-ingatan yang ada dalam personal unconscious.
Setiap kompleks memilki inti yang menarik atau mengumpulkan
berbagai pengalaman yang memiliki kesamaan tematik, semakin kuat daya
tarik inti semakin besar pula pengaruhnya terhadap tingkah laku
manusia. Kepribadian dengan kompleks tertentuakan didominasi oleh ide, perasaan
dan persepsi yang dikandung oleh kompleks itu.
3.
Collective
Unconscious Merupakan gudang
bekas ingatan yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang yangtidak
hanya meliputi sejarah ras manusia sebagai sebuah spesies tersendiri tetapi
jugaleluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Collective
unconscious terdiri dari beberapa Archetype, yang merupakan ingatan
ras akan suatu bentuk pikiran universal yangditurunkan dari generasi ke
generasi. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaranyang berkaitan
dengan aspek-aspek kehidupan, yang dianut oleh generasi terentu secarahampir
menyeluruh dan kemudian ditampilkan berulang-ulang pada beberapa
generasi berikutnya.
Beberapa
archetype yang dominan seakan terpisah darikumpulan archetype lainnya dan
membentuk satu sistem sendiri. Empat archetype yang penting
dalam membentuk kepribadian seseorang adalah :
1.Persona
yang merupakan topeng yang dipakai manusia sebagai respon terhadap
tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat serta terhadap kebutuhan
archetypa sendiri
2. Anima
& Animus
merupakan elemen
kepribadian yang secara psikologis berpengaruh terhadap sifat
bisexual manusia.
Anima Adalah archetype sifat kewanitaan /
feminine padalaki-laki, sedangkan Animus adalah archetype sifat kelelakian /
maskulin pada perempuan.
3. Shadow adalah
archetype yang terdiri dari insting-insting binatang yang diwarisi manusiadalam
evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah kebentuk yang lebih
tinggi atau bagian lain dari diri seorang.
4.Self ,
yang secara bertahap menjadi titik pusat dari kepribadian yang secara
psikologisdidefinisikan sebagai totalitas psikis individual dimana semua elemen
kepribadianterkonstelasi disekitarnya.Self membimbing manusia kearah self-
actualization, merupakan tujuan hidup yang terus-menerus diperjuangkan manusia
tetapi jarang tercapai.
Jung
mendefinisikan tipe kepribadian introvert sebagai berikut: “Introversion
is an attitude of psyche characterized by an orientation toward one’s own
thoughts and feeling....when we say people are introver, we mean they are
withdrawn and often shy and they tend to focus on themselves” (dalam
Schultz dan Schultz, 1993).
Individu
tipe kepribadian introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subjektifnya, yaitu
dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam:
pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan faktor-faktor
subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik; jiwanya tertutup, sukar
bergaul sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang
lain (dalam Suryabrata, 1998).
Tipe
kepribadian introvert bertolak belakang dengan tipe kepribadian ekstrovert,
dimana Jung mengartikan tipe kepribadian ekstrovert sebagai berikut:
“Extraversion is an attitude of psyche characterized by an orientation toward
the external world and other people.....Extraverts are more open, sociable, and
socially assertive” (dalam Schultz dan Schultz, 1993).
Individu
yang tipe kepribadian ekstrovert terutama dipengaruhi oleh dunia objektif,
yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar, pikiran,
perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya baik
lingkungan sosial maupun lingkungan non sosial. Individu bersikap positif
terhadap masyarakatnya; lebih terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang
lain lancar (dalam Suryabrata, 1998).
Jung
(dalam Suryabrata, 1998) menyatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk
kedua sikap tersebut, tetapi hanya satu yang dominan dan sadar dalam
kepribadiannya, sedangkan yang lain kurang dominan dan tidak sadar. Apabila ego
lebih bersifat ekstrovert dalam relasinya dengan dunia maka ketidaksadaran
pribadinya akan bersifat introvert.
TEORI ALBERT BANDURA
Albert Bandura lahir di Mudane Kanada, 4 Desember
1925. Dia adalah seorang psikolog. Ia menerima gelar sarjana muda di bidang
psikologi University of British of Columbia pada tahun 1949. Kemudian
dia masuk University of Iowa, tempat di mana dia meraih gelar Ph.D tahun 1952.
Baru setelah itu dia menjadi sangat berpengaruh dalam tradisi behavioris dan
teori pembelajaran.
Bandura (1977) menyatakan bahwa "Learning would be
exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely
on the effects of their own action to inform them what to do. Fortunately, most
human behavior is learned observationally through modeling: from observing
others one form an idea of her new behavior are performed, and on later
occasion this coded information serves as a guide for action".
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam
konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku
dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh
pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang hidupnya dan
dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain
judi, atau sebaliknya menganggap bahawa judi itu adalah tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan
bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan yang sebenarnya. Bandura
(1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B = behavior), lingkungan (E
= environment) dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang
mempengaruhi persepsi dan aksi (P = perception) adalah merupakan hubungan
yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). menurut Albert
Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi, iaitu bebas dari timbal balik
sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang
berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.
Teori belajar sosial menekankan, bahwa
lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan;
lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui
perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana (Kardi, S., 1997: 14) bahwa
“sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah
pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah
paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui
pengamatan (observational learning).
1. Pertama, pembelajaran melalui
pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain
atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat
temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya kerana perbuatannya, maka ia kemudian
meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya.
Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang
lain atau vicarious reinforcement.
2. Kedua, pembelajaran melalui
pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan
penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu
mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan
mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa
yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara
langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi
tiruan sebagai model.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil
interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. Untuk menjelaskan
pandangan ini, beliau telah mengemukakan teori tentang imitasi. Bersama dengan
Walter (1963) dia mengadakan penelitian pada anak-anak dengan cara menonton
orang dewasa memukul, mengetuk dengan tukul besi dan menumbuk sambil
menjerit-jerit ‘sockeroo’ dalam film. Setelah menonton film anak-anak ini
diarah bermain di ruang permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan
dalam film. Setelah kanak-kanak tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru
aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam film.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses
perkembangan sosial dan moral ditekankan pada
perlunya conditioning (pembiasaan merespons)
dan imitation (peniruan).
Prosedur-prosedur
Social learning:
Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial
dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni
dengan; Reward (hadiah), Punishment (hukuman). Dasar
pemikirannya: Sekali seorang mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku
yang menghasilkan ganjaran (reward)dengan perilaku-perilaku yang
mengakibatkan hukuman (punishment), sehingga dia bisa memutuskan
sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat.
Imitation
Imitation (peniruan). Dalam hal ini, orang tua dan
guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model/tokoh yang
dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral. Kualitas kemampuan peserta didik
dalam melakukan perilaku social hasil pengamatan terhadap model tersebut,
antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman
yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi.
Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi
peserta didik “siapa “ yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai dan
berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku social
dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalamSocial Learning, anak belajar
karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan
menimbulkan pengalaman baru bagi anak-anak.
Dimensi Kepribadian
Dimensi Big Five Personality diperkenalkan oleh Goldberg pada
tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi
merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya
sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan
untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava,1999).
Big Five Personality disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language)Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan
satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005).
Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Factor Model oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisis kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, 2005).
Tipe-Tipe Kepribadian Big Five Personality
Big Five Personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Namun, di sini kita akan menyebutnya dengan istilah-istilah berikut:
1. Neuroticism (N)
2. Extraversion (E)
3. Openness to New Experience (O)
4. Agreeableness (A)
5. Conscientiousness (C)
Untuk lebih mudah mengingatnya, istilah-istilah tersebut di atas disingkat menjadi
OCEAN (Pervin, 2005).
Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain. Yang terakhir Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan
kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial (Pervin, 2005).
Menurut Costa & McRae (dalam Pervin, 2005), setiap dimensi dari Big
Five terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah:
1. Extraversion terdiri dari:
untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava,1999).
Big Five Personality disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language)Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan
satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005).
Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Factor Model oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisis kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, 2005).
Tipe-Tipe Kepribadian Big Five Personality
Big Five Personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Namun, di sini kita akan menyebutnya dengan istilah-istilah berikut:
1. Neuroticism (N)
2. Extraversion (E)
3. Openness to New Experience (O)
4. Agreeableness (A)
5. Conscientiousness (C)
Untuk lebih mudah mengingatnya, istilah-istilah tersebut di atas disingkat menjadi
OCEAN (Pervin, 2005).
Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup perasaan-perasaan negatif, seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang. Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada orang lain. Yang terakhir Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian tujuan dan
kemampuan mengendalikan dorogan yang diperlukan dalam kehidupan sosial (Pervin, 2005).
Menurut Costa & McRae (dalam Pervin, 2005), setiap dimensi dari Big
Five terdiri dari 6 (enam) faset atau subfaktor. Faset-faset tersebut adalah:
1. Extraversion terdiri dari:
- Gregariousness (suka berkumpul).
- Activity level (level aktivitas).
- Assertiveness (asertif).
- Excitement Seeking (mencari kesenangan).
- Positive Emotions (emosi yang positif).
- Warmth (kehangatan).
2. Agreeableness terdiri dari:
- Straightforwardness (berterusterang).
- Trust (kepercayaan).
- Altruism (mendahulukan kepentingan orang lain).
- Modesty (rendah hati).
- Tendermindedness (berhati lembut).
- Compliance (kerelaan).
3. Conscientiousness terdiri dari:
- Self-discipline (disiplin).
- Dutifulness (patuh).
- Competence (kompetensi).
- Order (teratur).
- Deliberation (pertimbangan).
- Achievement striving (pencapaian prestasi).
4. Neuroticism terdiri dari:
- Anxiety (kecemasan).
- Self-consciousness (kesadaran diri).
- Depression (depresi).
- Vulnerability (mudah tersinggung).
- Impulsiveness (menuruti kata hati).
- Angry hostility (amarah).
5. Openness to new experience terdiri dari:
- Fantasy (khayalan).
- Aesthetics (keindahan).
- Feelings (perasaan).
- Ideas (ide).
- Actions (tindakan).
- Values (nilai-nilai).
Nilai
dan Gaya Hidup
Nilai (value) merupakan kata sifat yang selalu terkait dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu yang menyertai kata tersebut. Nilai adalah sebuah konsep yang abstrak yang hanya bisa dipahami jika dikaitkan dengan benda, barang, orang atau hal-hal tertentu. Pengkaitan nilai dengan hal-hal tertentu itulah yang menjadikan benda, barang atau hal-hal tertentu dianggap memiliki makna atau manfaat. Benda purbakala dianggap bernilai karena berguna bagi generasi penerus untuk mengetahui sejarah masa lampau kita. Video tape recorder, meski secara teknis kondisinya masih baik, dianggap manfaatnya sudah hilang karena sudah susah mengoperasikannya mengingat kaset yang seharusnya menjadi komplemen video tape tersebut tetidak bisa lagi diperoleh di pasaran, semuanya tergantikan oleh VCD. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan nilai adalah prinsip, tujuan, atau standar sosial yang dipertahankan oleh seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) karena secara intrinsik mengandung makna.
Gaya Hidup
Plummer
(1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang di identifikasikan oleh
bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap
penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang
dunia sekitarnya. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1985) menyatakan bahwa gaya
hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang
dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam kehidupan yaitu pekerjaan,
persahabatan, dan cinta sedangkan Sarwono (1989) menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan
lingkungannya (Kottler dalam Sakinah,2002). Menurut Susanto (dalam
Nugrahani,2003) gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan
harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang
berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di
masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya
hidup global dan lain sebagainya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi gaya hidup
Menurut pendapat Amstrong (dalam
Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang
dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau
mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan
keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.Lebih lanjut Amstrong
(dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
(internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal
yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan
persepsi (Nugraheni, 2003) dengan penjelasannya sebagai berikut :
a. Sikap
Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan
keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek
yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada
perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan,
kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
b.Pengalaman
dan pengamatan
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan
sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya
dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh
pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan
terhadap suatu objek.
c.Kepribadian
Kepribadian adalah konfigurasi
karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku
dari setiap individu.
d.Konsep diri
Faktor lain yang menentukan kepribadian
individu adalah konsep diri. Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal
amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image
merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap
suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan
perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri
merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku.
e. Motif
Perilaku individu muncul karena adanya
motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan
beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan
prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah
kepada gaya hidup hedonis.
f. Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang
memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu
gambar yang berarti mengenai dunia.
Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh
Nugraheni (2003) sebagai berikut :
a. Kelompok
referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang
memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana
individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan
kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu
tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut
akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.
b. Keluarga
Keluarga memegang peranan terbesar dan
terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu.Hal ini karena pola asuh
orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi
pola hidupnya.
c. Kelas sosial
Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang
relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam
sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki
nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem
sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan.
Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise
hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh
seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan
merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.
d. Kebudayaan
Kebudayaan yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan
yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari
segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi
ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam
(internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap,
pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif , dan persepsi.
Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial,
dan kebudayaan. Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan
pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah
pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan
opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara produknya
dengan kelompok gaya hidup konsumen. Contohnya, perusahaan penghasil komputer
mungkin menemukan bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada
pencapaian prestasi. Dengan demikian, pemasar dapat dengan lebih jelas
mengarahkan mereknya ke gaya hidup orang yang berprestasi.
Terutama bagaimana dia ingin
dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan
bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial
yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol
status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Fenomena ini pokok pangkalnya adalah
stratifikasi sosial, sebuah struktur sosial yang terdiri lapisan-lapisan :
·
dari lapisan teratas sampai lapisan terbawah.
·
Dalam struktur masyarakat modern,
·
status sosial haruslah diperjuangkan (achieved)
·
dan bukannya karena diberi atau berdasarkan garis
keturunan (ascribed).
Selayaknya status sosial merupakan
penghargaan masyarakat atas prestasi yang dicapai oleh seseorang. Jika
seseorang telah mencapai suatu prestasi tertentu, ia layak di tempatkan pada
lapisan tertentu dalam masyarakatnya. Semua orang diharapkan mempunyai
kesempatan yang sama untuk meraih prestasi, dan melahirkan kompetisi untuk
meraihnya.
Jadi
pada kesimpulannya, gaya hidup adalah suatu pola atau cara individu
mengekspresikan atau mengaktualisasikan, cita-cita, kebiasaan / hobby, opini,
dsb dengan lingkungannya melalui cara yang unik, yang menyimbolkan status dan
peranan individu bagi linkungannya. Gaya hidup dapat dijadikan jendela dari
kepribadian masing-masing invidu.Setiap individu berhak dan bebas memilih gaya
hidup mana yang dijalaninya, baik itu gaya hidup mewah (glamour), gaya hidup
hedonis, gaya hidup punk, gaya hidup sehat, gaya hidup sederhana, dsb.
Gaya
hidup mewah memang sudah menjadi bagian hidup manusia. Sebagai makhluk
sosial,manusia membutuhkan interaksi dengan banyak hal. Manusia memerlukan
pemenuhan kebutuhannya yang mencakup sandang,pangan, dan papan. Ketiga hal ini
sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia bergantung pada
makanan,pakaian, dan tempet tinggal. Kebutuhan akan ketiga hal tersebut
menjadikan sebagian orang memberlakukan gaya hidup mewah. Manusia memiliki
nafsu yang berujung pada masalah selera dan gengsi,termasuk gaya hidup mewah.
Menggunakan Karakteristik Gaya
Hidup dalam Strategi Pemasaran
1. Segmentasi pasar
sasaran
contoh :
Pada produk susu
mengidentifikasi beberapa kelompok gaya hidup konsumen, yaitu :
§ Konsumen yang
menginginkan kesehatan dan kebutuhan gizinya terpenuhi
§ Kelompok konsumen
yang sangat memperhatikan kandungan kadar lemak susu karena takut kegemukan
§ Konsumen yang
mengkonsumsi karena kebiasaan saja
Berdasarkan ke tiga kelompok
ini muncul dua produk yaitu:
Produk dengan kadar lemak dan kandungan gizi yang normal yang
diperuntukkan kelompok ke satu dan ke tiga. Jenis produk kedua yaitu susu yang
mempunyai kadar lemak yang rendah
2. Membantu dalam
memposisikan produk di pasar dengan menggunakan iklan
3. Pemasar dapat
menempatkan iklan produknya pada media-media yang paling cocok
4. Pemasar bisa
mengembangkan produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka
www.gunadarma.ac.id |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar